THE LOSS OF BIDEIVERSITY
1. FRAGMENTASI DAN KERUSAKAN HABITAT
BERITA :
Perambah rusak kawasan hutan Bengkulu
Selasa, 22 Januari 2013
08:19 WIB | 1191 Views
Ilustrasi. Sisa penebangan pohon
setelah terjadi perambahan di kawasan hutan lindung Barisan I, Aia Dingin Batu
Gadang, Padang, Sumbar, Minggu (13/1). Berdasarkan UU RI no.41 tahun 1999,
kawasan tersebut dinyatakan sebagai hutan lindung yang dilarang dirambah namun
tetap ditemukan sejumlah kawasan yang rusak akibat pembukaan hutan untuk
berladang. (FOTO ANTARA/Iggoy el Fitra)
Bengkulu (ANTARA News) - Kerusakan kawasan
hutan lindung di Provinsi Bengkulu, merupakan dampak dari perambahan dan
peraktek illegal loging yang makin marak, khususnya di Bukit Sanggul Register
37 mencapai 2.760 Hektare dari luas seluruhnya tercatat 62.942 hektare, kata
Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Bengkulu Jaja Mulyana di Bengkulu, selasa. Ia
mengatakan, untuk memantau kawasan hutan seluas itu hanya ada beberapa tenaga
polisi kehutanan dan terbatasnya fasilitas pendukung operasional. "Kami
sudah mengusulkan untuk penambahan polisi kehutanan dan fasilitas operasional
karena kawasan hutan yang dijaga cukup luas," ujarnya.
Dalam kawasan hutan di wilayah
Seluma itu ada sekitar 11.607 hektare merupakan hutan konservasi yang menjadi
tanggung jawab BKSDA. Hutan konservasi itu terdiri atas sembilan blok kawasan
yaitu lima blok kawasan cagar alam dan sisanya merupakan hutan Taman wisata
Alam (TWA). Untuk kawasan cagara alam terdiri atas Air Alas, Pasar Ngalam,
Pasar Seluma, Pasar Talo dan cagar alam Dusun Besar di Kota Bengkulu. Sedangkan
kawasan hutan Taman Wisata Alam (TWA) menjadi tanggung jawab seksi wilayah II
terdiri atas TWA Pantai Panjang, TWA Pulau Baai, Way Hawang, Lubuk Tapi, dan
hutan TWA Taman Buru Bukit Kabu seluas 9.031 hektare. Meskipun kekurangan
tenaga polisi kehutanan, namun tetap melakukan operasi sesuai kemampuan
personil yang ada, sedangkan jaranya cukup berjauhan, ujarnya.
Analisis :
Pengrusakan habitat
flora dan fauna khususnya makhluk hidup sudah sangat sering terjadi. Kali ini
hutan yang dirusakpun sangat sentral dan penting pengaruhnya, yakni hutan
konservasi, cagar alam, dan hutan taman wisata.
Pengrusakan ini terjadi
juga karena kesalahan pemerintah khusunya dinas kehutanan setempat yang
mengerjakan polisi hutan yang tidak cukup dan tidak memadai. Semoga dinas
kehutanan setempat mulai memperkerjakan polisi hutan yang lebih banyak agar
pengrusakan terhadap hutan dapat diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
2.
INTRODUKSI SPECIES
BERITA :
Alien Species Ancam Ikan Endemik
http://www.suarapembaruan.com/News/2004/10/03/Iptek/ipt01.htm
SALAH satu penyebab menurunnya
keanekaragaman ikan asli adalah introduksi ikan asing atau alien species.
Sayangnya, dampak negative dari introduksi ikan asing tersebut masih kurang
mendapat perhatian. Padahal, berdasarkan pengalaman berbagai negara lain, dampak
alien species sangat luas seperti berjangkitnya penyakit baru.
Di Indonesia, menurut catatan,
sekitar 19 jenis ikan asing telah diintroduksi ke perairan Indonesia.
"Introduksi ikan asing selain dapat menyebabkan terjadinya degradasi
lingkungan perairan, juga
menurunkan kualitas materi genetis lewat hibridisasi," kata Staf Pengajar
Departemen Biologi dan Pusat Studi Biodiversitas dan Konservasi FMIPA UI,
Sunarya Wargasasmita, dalam seminar di kampus IPB
Bogor baru-baru ini.
Dampak lain, lanjutnya, dapat menimbulkan
gangguan terhadap komunitas ikan asli serta membantu penyebaran penyakit dan
parasit ikan. Bahkan, introduksi yang tanpa terkontrol itu dapat mengakibatkan
kesulitan sosial ekonomi bagi petani ikan.
Menurutnya, Indonesia memiliki
keanekaragaman ikan air tawar tertinggi kedua di dunia sesudah Brasil. Tercatat
ada sekitar 1.300 jenis ikan bermukim di perairan Indonesia dengan kepadatan
populasi 0,72 jenis/100 km persegi. "Sayangnya, keanekaragaman tersebut
sekarang menghadapi ancaman dari berbagai aktivitas manusia yang bisa
menyebabkan punahnya ikan-ikan endemik," ujarnya.
Lihat saja faktanya. Ternyata
ada sekitar 87 jenis ikan Indonesia terancam punah. Dari jumlah itu, 66 spesies
(75,9 persen) di antaranya adalah ikan tawar. Sebagian besar (68,2 persen) dari
ikan
air tawar yang terancam punah itu merupakan ikan endemik. "Ikan-ikan
tersebut akan punah bila tidak ada upaya konservasi," ujarnya.
Apalagi berderet faktor lain
yang tak kalah serunya seperti perubahan atau bahkan lenyapnya habitat. Lalu
ada juga eksploitasi yang berlebihan, pencemaran, persaingan penggunaan air,
dan pemanasan global. Kepunahan ikan air tawar, kata Sunarnya, sebagian besar
disebabkan oleh perubahan atau lenyapnya habitat (35 persen), introduksi ikan
asing (30 persen), dan eksploitasi yang berlebihan (4
persen). "Risiko yang paling berat adalah jika spesies ikan asing dapat
berkembang biak dengan sangat cepat dan mengalahkan ikan asli dalam kompetisi
pakan dan habitat. Hal ini bisa menurunkan populasi ikan asli," ujarnya.
Penurunan populasi dan punahnya
beberapa spesies ikan asli memberikan peluang berkembanganya populasi ikan
asing tersebut. Selanjutnya ikan asing menjadi dominan dan komunitas ikan
menjadi homogen.
Dampak yang ditimbulkan bisa berupa penurunan kualitas lingkungan perairan,
gangguan terhadap komunitas ikan asli, penurunan kualitas materi genetis lewat
hibridisasi, introduksi penyakit dan parasit ikan serta menimbulkan masalah
sosial-ekonomi bagi nelayan di sekitarnya.
Introduksi ikan asing bukan saja
terjadi di Indonesia. Di negara lain pun tidak kalah hebatnya. Di AS misalnya,
jika pada 1920 baru ada 6 jenis, tahun 1945 bertambah dengan 3 jenis. Lonjakan
introduksi ikan asing terjadi setelah tahun 1950. Tahun 1980 sudah 50 jenis
ikan asing diintroduksi.
Beberapa ikan introduksi mampu
memenangi persaingan dengan ikan asli, sehingga populasi ikan asli menurun
bahkan musnah. Sebut saja dampak dari introduksi ikan redbreast sunfish
(Lepomis auritus) yang pada akhirnya menggantikan ikan asli Alburnus alburnus di
beberapa danau oligotrofik di Italia.
Lalu, ikan Gambusia affinis yang
terkenal dengan julukan fish destroyer karena dengan agresif mampu menggantikan
ikan asli. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dan ikan nila (O. niloticus)
dianggap sebagai suatu ancaman terhadap ikan asli di sejumlah Negara misalnya
terhadap ikan belanak (Mugil cephalus) dan ikan bandeng (Chanos chanos) di
Filipina.
Begitu juga introduksi ikan nile
perca (Lates niloticus) dari Sungai Nil ke Danau Victoria pada 1950
mengakibatkan 60 persen ikan endemic dari suku Cichlidae terancam punah.
Demikian halnya, introduksi sejenis ikan pemangsa anak-anak ikan lain, Cichla
occelaris, ke Danau Gatun, Panama pada tahun 1967. Terbukti, memusnahkan 8 dari
11 ikan asli dan menurunkan populasi dari 3 spesies lain sebanyak 75-90 persen.
Introduksi dua ikan pemakan plankton ke Danau Michigan, AS, telah menyebabkan
penurunan populasi ikan endemik. Populasi New Zealand grayling (Protoctes
oxyrhynchus), salah satu ikan endemik Selandia Baru, juga menurun setelah
introduksi brown trout (Salmo trutta). Ikan endemik tersebut sekarang telah
dianggap punah.
Hasil analisis dari 31 studi
kasus introduksi ikan asing ke perairan sungai menunjukkan 77 persen introduksi
ikan asing mengakibatkan penurunan populasi ikan asli. Penurunan populasi
merupakan proses awal menuju kepunahan spesies tertentu yang mengakibatkan
penurunan keanekaragaman hayati dan berakhir dengan terbentuknya komunitas ikan
yang homogen, yang didominasi ikan asing.
Apalagi jika yang diintroduksi itu ikan predator (pemangsa) maka dampaknya
lebih berbahaya lagi. Ikan predator secara langsung dapat menurunkan populasi
ikan yang menjadi mangsanya. Akibatnya, terjadi peningkatan pertumbuhan gulma
akuatik bila yang dimangsa adalah ikan herbivor (pemakantumbuhan).
Meskipun Ctenopharyngodon idella
berhasil mengendalikan gulma air di AS, tetapi bisa mengakibatkan tumbuhan air
nongulma ikut binasa sehingga anak-anak ikan kehilangan tempat berlindung. Juga
introduksi Carassius auratus mengakibatkan peningkatan turbiditas (kekeruhan
air) di Danau Mikri Prespa, Yunani. Jelas bahwa berbagai pengalaman buruk harus
diwaspadai secara dini. Sebelum menyesal di kemudian hari, Sunarya menegaskan,
introduksi ikan asing tidak boleh dilakukan tanpa didahului suatu penelitian
yang mendalam mengenai dampak dan solusinya.
ANALISIS :
Menurut kami memang
introduksi species ini sangat membahayakan keberadaan dan kelestarian spesies
asli bahkan spesies endemic yang ada di Indonesia. Kita lihat saja dampak dan
ancamannya yang telah kami analisis dari berita di atas, sbb.
·
Penyebab menurunnya
keanekaragaman ikan asli adalah introduksi ikan asing atau alien species.
·
Introduksi ikan asing
selain dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan perairan, juga
menurunkan kualitas materi genetis lewat hibridisasi.
·
Dampak lain, lanjutnya,
dapat menimbulkan gangguan terhadap komunitas ikan asli serta membantu
penyebaran penyakit dan parasit ikan. Bahkan, introduksi yang tanpa terkontrol
itu dapat mengakibatkan kesulitan sosial ekonomi bagi petani ikan.
·
Risiko yang paling berat
adalah jika spesies ikan asing dapat berkembang biak dengan sangat cepat dan
mengalahkan ikan asli dalam
kompetisi pakan dan
habitat. Hal ini bisa menurunkan populasi ikan asli
·
Introduksi penyakit dan
parasit ikan.
Melihat
dampak dan ancaman tersebut tentunya kita sebagai warga Negara yang cinta alam
Indonesia harus dan wajib berusaha agar hal itu dapat dihindari.
Memang introduksi spesies perlu
dilakukan, namun kita juga harus mengontrol populasi dari spesies alien
tersebut. Kita juga harus tetap mengutamakan spesies asli Indonesia agar anak
cucu kita masih bisa mengetahui dan “menikmati” spesies asli kita yang terancam
punah akibat introduksi species.
Selain itu kita juga harus dapat
mencegah introduksi species yang mengandung hama, parasit, dan penyakit yang
kemungkinan besar akan ditularkan kepada spesies asli kita.
3. PENCEMARAN UDARA, AIR, DAN TANAH
BERITA :
Volume
sampah naik 20 persen pada tahun baru
Rabu, 26 Desember 2012
22:31 WIB | 1252 Views
Seorang anak mengumpulkan benda-benda
bekas dari sampah yang menumpuk di pintu air Manggarai, Jakarta, Rabu (22/8).
Selama Lebaran 1433 Hijriah, volume sampah di DKI Jakarta turun drastis hingga
50%, jika pada hari biasa volume sampah mencapai 5.300 ton, saat hari pertama
Lebaran (19/8), volume sampah hanya 2.420,48 ton. (ANTARA/Fanny Octavianus) ()
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Dinas
Kebersihan DKI Jakarta Unu Nurdin memprediksi bahwa akan ada peningkatan volume
sampah sekitar 20 persen di kantong-kantong tempat berlibur. "Nanti ada
peningkatan sampah hingga 20 persen," kata Unu saat ditemui di Balaikota
DKI Jakarta, Rabu. Peningkatan tersebut sebagian besar akan terjadi di
lokasi-lokasi liburan seperti Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah, serta
Ancol. Sedangkan peningkatan secara
keseluruhan di DKI Jakarta, termasuk karena acara Malam Bebas Kendaraan (Car
Free Night), menurutnya hanya sampai 10 persen.
"Kalau keseluruhan 10
persen, tapi ini kan baru prediksi. Bisa berkurang atau bertambah,"
katanya. Sedangkan untuk mengantisipasi kenaikan sampah, terutama pada acara
Car Free Night, Unu menyebutkan akan mengerahkan 100 personel serta 14 truk
sampah. "Untuk antisipasi, kami sudah menyiapkan 100 personel dan 14 truk
sampah," katanya.
(Dny)
Editor: Suryanto
Pencemaran
Limbah Industri di Citarum Makin Parah
Jumat, 29 Juni 2012, 11:25 WIB
Sampah di Sungai
Citarum, Jawa Barat
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -– Lagi, persoalan
limbah industri tekstil pada Sungai Citarum mendapat kecaman dari sejumlah
pihak. Limbah industri yang langsung dibuang ke aliran sungai tanpa proses
instalasi pengolahan limbah mengancam puluhan hektar sawah, penyakit kulit,
hingga penurunan kuantitas listrik pada waduk sepanjang Sungai Citarum. Pencemaran itu terjadi di kawasan dekat hulu
Citarum, di Kampung Balekambang, Majalaya, Kabupaten Bandung. Sejumlah warga
mengaku pasrah terhadap pencemaran Pabrik tekstil di sekitar kawasan tersebut.
Sejumlah petani di Balekambang,
Majalaya, Kabupaten Bandung, mengaku mengalami kondisi terparah dari pencemaran
limbah tujuh pabrik di sekitar kawasan Balekambang. “Banyak pipa-pipa saluran
limbah yang bocor ke areal sawah, tak jarang banyak padi yang rusak,” ujar
Ojang (60 tahun), warga Balekambang, kemarin. Air Sumur, kata dia, juga kotor
mengakibatkan penyakit gatal dan diare.
Menurut Ojang, keluhan ini telah seringkali disampaikan kepada pihak pabrik,
namun tanpa ada itikad yang baik, kondisi ini terus terjadi hingga puluhan
tahun. “mereka banyak sewa preman pabrik, kami tidak bisa berbuat apa-apa,”
tambahnya.
Penurunan kualitas air Sungai
Citarum akibat limbah sampah dan sedimentasi juga mengakibatkan peningkatan
biaya perawatan Pembangkit Listrik Tenaga Air Saguling. Total biaya perawatan
perangkat waduk, mencapai Rp 1 miliar per tahun. “Sebab rata-rata, limbah yang
tersaring berupa pasir dan material lain mencapai 4,2 juta meter kubik,” ungkap
General Manager PLTA Saguling Eri Prabowo. Eri mengungkapkan, kondisi air
citarum yang sangat tercemar, berdampak pada korosi bagian turbin waduk di
Saguling.
Ketua Komunitas Elingan Citarum,
Deni Riswandana mengungkapkan, di kawasan Majalaya, sedikitnya terdata 139
indutri tekstil dan tenun yang membuang limbahnya langsung ke aliran Citarum.
Deni menambahkan, secara luas, sekitar 1.500 industri yang berada di sekitar
Daerah aliran Sungai Citarum , menyumbang 2.800 ton limbah untuk tiap harinya.
“Semuanya merupakan limbah cair kimia bahan bahaya beracun (B3),” tegasnya.
Polusi
Udara di Jakarta Sangat Buruk'
Minggu, 21 Oktober 2012, 17:58 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Polusi udara di Jakarta meningkat pada 2012 dibanding
tahun sebelumnya. Peningkatan itu tak lepas dari meroketnya jumlah kendaraan
pribadi di ibu kota. Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin mengatakan selain
disebabkan lemahnya kontrol pemerintah dalam melakukan uji emisi kendaraan,
semakin banyaknya kendaraan yang melintas di Jakarta menjadikan kualitas udara
di Jakarta kian buruk. Diungkapkannya pada 2011 lalu, terjadi penambahan jumlah
sepeda motor lebih dari enam juta unit di Jakarta. Ditambah kendaraan roda
empat sebanyak empat juta unit lebih.
Peningkatan volume kendaraan
yang mencapai 12 persen per tahun itu tidak sebanding dengan pelebaran jalan
yang hanya berkisar tiga hingga lima persen. Kondisi seperti itu, membuat
kemacetan menjadi konsekwensi. Saat kemacetan terjadi, jelas Ahmad, polusi
otomatis meningkat. Pasalnya, emisi gas buang kendaraan yang merayap berbeda 12
kali lipat dibanding saat kendaraan berjalan normal. Polusi tersebut memberikan
dampak negatif bagi lingkungan hidup.
"Dibandingkan tahun 2010, 2011 itu melonjak drastis. Dari grafiknya
mencapai 30-40 persen, artinya pencemaran udara meningkat drastis. Kayak partikel
debu itu 70 persen dari kendaraan bermotor, kemudian hydro karbon dari
kendaraan bermotor sebanyak 90 persen," kata Ahmad di Jakarta, Ahad
(21/10).
Analisis :
Ketiga contoh di atas merupakan contoh kasus pencemaran lingkuran di 3 aspek
yang berbeda, mulai dari udara, air, dan juga tanah. Banyak dampak yang
ditimbulkan oleh pencemaran tersebut, diantaranya :
·
Kerusakan habitat flora
dan fauna disekitarnya.
·
Merusak sungai dan
kehidupannya.
·
Menimbulkan penyakit.
·
Menggangu keseimbangan
lingkungan.
·
Merusak beberpa indra,
seperti hidung dan mata.
·
Mineral dalam tanah rusa
·
kesuburan tanah
berkurang dan bias menjadi tandus
·
dll.
Melihat dampak yang
ditimbulkan kita tentunya tidak ingin hal ini terjadi sehingga kita sebagai
makluk Tuhan yang masih mempunyai hati dan pikiran seharusnya mulai bertindak
untuk mengurangi polusi yang semakin lama semakin mengancam kelestarian
lingkungan hidup. Banyak cara yang dapat kita lakukan.
·
kendaraan bermotor
cobalah untuk mengurangi penggunaanya, untuk bepergian dengan jarak tempuh yang
jauh tidak ada salahnya sesekali kita bepergian dengan menggunakan
kendaraan umum
·
menanam pohon atau
tanaman apa saja, disarankan pohon yang rindang sedangkan untuk
tanaman disarankan yang memiliki daun lebar
·
Kelola sampah dengan
baik.
·
Mengurangi penggunaan
detergen dan zat-zat kimia.
·
Menggalakkan program 3R.
·
Dll.
Memang masih bisa banyak
yang bisa kita lakukan, namun kita harus mulai dulu dari hal kecil ke hal
besar. Berbuat baik untuk mengurangi polusi, apa salahnya?
4. PERUBAHAN IKLIM
GLOBAL
BERITA :
Walhi:
perubahan iklim global ancam NTT
Kamis, 3 Mei 2012 06:23
WIB | 6482 Views
Kupang
(ANTARA News) - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nusa
Tenggara Timur Herry Naif, mengatakan hasil studi pengelolaan sumber daya alam
yang adaptif dengan perubahan iklim di enam kabupaten di NTT, menyebutkan
perubahan iklim global mengancam daerah ini. "Ini merupakan salah satu
butir hasil studi pengelolaan sumber daya alam yang adaptif perubahan iklim
yang dilakukan Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indoinesia (Walhi) wilayah NTT
di Kupang, akhir Maret," katanya di Kupang, Kamis.
Selain itu, kegiatan studi yang
dilakukan di enam kabupaten di NTT yakni Kabupaten Manggarai Barat, Ende, Sumba
Timur, Sumba Tengah, Timor Tengah Utara (TTU) dan Timor Tengah Selatan (TTS)
menyimpulkan bahwa kondisi lingkungan hidup di ke-6 kabupaten khususnya dan NTT
pada umumnya sudah mengalami kemerosotan yang signifikan. "Hasil studi ini
memperlihatkan dampak perubahan iklim akibat pemanasan global yang semakin
masif dan mengancam kehidupan manusia NTT dan alam lingkungan," katanya.
Ia mengatakan, lingkungan hidup
selalu menjadi tumbal dari berbagai konsep dan praktik pembangunan yang
menyimpang dari kelestarian lingkungan. Akibatnya kerusakan lingkungan hidup di
Indonesia pada umumnya dan Propinsi Nusa Tenggara Timur pada khususnya dari
hari ke hari bertambah parah, sehingga bencana alam seperti banjir dan
kekeringan menjadi realitas yang tak terhindarkan, bahkan telah menjelma
menjadi rutinitas yang telah merombak tata alamiah budaya alam.
"Kemerosotan lingkungan
hidup saat ini lebih disebabkan oleh pengarahan pembangunan yang tidak
memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup dan masa depan generasi manusia
yang akan datang," katanya. Dia lebih lanjut mengatakan, gejala
eksploitasi yang masif terhadap sumberdaya alam secara terbuka pada
kenyataannya telah mengarah pada tindakan pengerusakan dan pemusnahan ekosistem
lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan.
"NTT umumnya merupakan
daerah yang tandus, kering dan tergolong miskin. Tetapi hampir semua program
pembangunan kurang memperhatikan kelestarian alam lingkungan hidup,"
katanya. Di satu sisi pemerintah propinsi memprogramkan penanaman jagung dan
ternak tetapi disisi lain izin pertambangan terus diterbitkan oleh pemerintah
dengan beralaskan investasi dan ekonomi.
Ia mengatakan, studi pengelolaan
sumber daya alam yang adaptif perubahan iklim sengaja dilakukan untuk melihat
sejauhmana responsif semua pihak terhadap perubahan iklim dan bagaimana
mengatasi dampak-dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim
global."Hasil studi yang telah dilakukan itu juga merekomendasikan kepada
pemerintah baik propinsi maupun kabupaten di seluruh NTT agar memperhatikan
secara serius masalah perubahan iklim ini," katanya.
Walhi dengan lemebaga peduli
lingkungan lainnya melakukan studi ini di tiga pulau di NTT seperti Sumba,
Timor dan Flores dengan mengambil sampel setiap pulau dua kabupaten seperti
pula Sumba (Sumba Timur dan Sumba Tengah), Flores (Manggarai dan Ende), Timor
(Timor Tengah Utara atau TTU dan Timor Tengah Selatan atau TTS).Studi seperti
ini dipandang penting untuk terciptanya rumusan ilmiah tentang model
pengelolaan sumber daya alam yang adaptif perubahan iklim.(ANT)
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2012
Analisis :
Memang ancaman dari
perubahan iklim global sudah sangat besar. Salah satu daerah yang merasakan itu
adalah NTT. Dari berita di atas dapat diperoleh akibat setidaknya sbb.
·
Hasil studi ini memperlihatkan dampak perubahan iklim
akibat pemanasan global yang semakin masif dan mengancam kehidupan manusia NTT
dan alam lingkungan
·
kerusakan lingkungan hidup di Indonesia pada umumnya dan
Propinsi Nusa Tenggara Timur pada khususnya dari hari ke hari bertambah parah,
sehingga bencana alam seperti banjir dan kekeringan menjadi realitas yang tak
terhindarkan, bahkan telah menjelma menjadi rutinitas yang telah merombak tata
alamiah budaya alam.
Perubahan iklim global
di NTT diakibatkan :
·
lingkungan hidup selalu menjadi tumbal dari berbagai konsep
dan praktik pembangunan yang menyimpang dari kelestarian lingkungan
·
gejala eksploitasi yang masif terhadap sumberdaya alam
secara terbuka pada kenyataannya telah mengarah pada tindakan pengerusakan dan
pemusnahan ekosistem lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan.
·
NTT umumnya merupakan daerah yang tandus, kering dan
tergolong miskin. Tetapi hampir semua program pembangunan kurang memperhatikan
kelestarian alam lingkungan hidup
Untuknya masih ada badan
yang peduli terhadap ancaman tersebut yakni WALHI. Kita juga masih beruntung
karena di daerah kita belum terjadi hal-hal yang sampai separah itu. Untuk itu
kita harus tetap menjaga kondisi lingkungan kita. Segala aktivitas yang dapat
membuat pemanasan global kita kurangi bahkan kalau bisa kita hilangkan, atau
untuk mengobati yang sudah terluka kita dapat mulai melakukan hal kecil mulai
dari penanaman pohon hijau dll.
5.
INDUSTRIALISASI HUTAN
BERITA :
Hutan
Jadi Kawasan Industri, Ribuan Warga di Karawang Terancam Tergusur
(ilustrasi: jibiphoto)
KARAWANG: Ribuan keluarga yang
bergantung terhadap keberadaan hutan di wilayah Telukjambe Timur dan Ciampel,
Kabupaten Karawang terancam kehilangan mata pencariannya, menyusul akan
dialihkannya kawasan hutan di daerah itu menjadi kawasan dan zona industri. “Di
kawasan hutan dua kecamatan itu ada 10 LMDH (lembaga masyarakat desa hutan)
yang di dalamnya terdapat ribuan keluarga. Mereka terancam kehilangan mata
pencariannya jika kawasan hutan di daerah itu beralih menjadi industri,” kata
Nace Permana, Ketua LSM Lodaya Karawang yang mendampingi LMDH, di Karawang,
Jawa Barat, Jumat.Atas hal tersebut, pihaknya bersama ribuan masyarakat di
Kecamatan Telukjambe Timur dan Kecamatan Ciampel menolak tegas pengajuan
peralihan kawasan hutan menjadi industri yang disampaikan dua perusahaan ke
pemerintah daerah setempat itu.
Ia menilai perluasan kawasan dan zona industri di wilayah
Telukjambe Timur dan Ciampel itu belum tentu menguntungkan masyarakat
setempat.Sebab, kata dia, tidak seluruhnya warga setempat bisa bekerja di
pabrik-pabrik yang berada di kawasan industri dan zona industri yang merupakan
hasil peralihan dari kawasan hutan kawasan industri. “Kalau kawasan hutan itu
beralih menjadi kawasan industri dan zona industri, sudah pasti akan merugikan
masyarakat yang dulunya sebagai LMDH,” kata dia.
Sementara itu, sebanyak 770 hektare hutan di Karawang akan
beralih fungsi menjadi lahan industri, menyusul adanya dua perusahaan yang
mengajukan perluasan areal kawasan industri dan zona industri di dua daerah
tersebut.
Kepala Bidang Kehutanan
Dinas Pertanian dan Kehutanan setempat, Edi Herdiyanto, sebelumnya, mengatakan,
dua perusahaan itu masing-masing mengajukan 500 dan 270 hektare perluasan
kawasan industri dan zona industri ke Pemkab Karawang. Menurut dia, ratusan
hektare hutan yang kemungkinan akan menjadi lahan industri tersebut ialah
kawasan hutan di wilayah Kecamatan Telukjambe Timur dan Ciampel. Dilihat dari
rencana tata ruang wilayah Karawang, katanya, dua kecamatan tersebut cocok
menjadi kawasan industri dan zona industri. Sebab wilayah Kecamatan Telukjambe
Timur dan Ciampel diproyeksikan sebagai kawasan industri atau zona industri.
Perwakilan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait di lingkungan Pemkab
Karawang sendiri sudah menggelar rapat koordinasi mengenai adanya pengajuan
perluasan kawasan industri dan zona industri tersebut.
Ia menilai, realisasi perubahan kawasan hutan menjadi lahan
industri masih membutuhkan waktu lama. Sebab cukup banyak tahapan atau
kajian-kajian yang harus dilalui mengenai peralihan kawasan hutan menjadi
kawasan dan zona industri. Tetapi dikatakannya jika nantinya terjadi peralihan
ratusan hektare hutan, maka pihak perusahaan terkait wajib mencari ganti
kawasan hutan itu. Dinas Pertanian dan Kehutanan Karawang sendiri berkeinginan
agar penggantian kawasan hutan itu bisa dilakukan di Karawang.(yri)
Analisis :
Industrialisasi yang
akan dilakukan di daerah Karawang mulai mengancam, warga. Warga akan banyak
yang kehilangan tempat tinggal, lading, hingga mata pencaharian. Padahal
mayoritas penduduk menggantungkan pendapatan perkapita mereka dari hutan
tersebut. Jumlah hutan yang akan diindustrialisasikan juga cukup banyak untuk 2
buah perusahaan, yakni 770 hektar, 500 ha untuk A dan 270 untuk B. Padahal
industrialisasi hutan mempunyai banyak dampak negative, diantaranya sbb.
- Urbanisasi
Terpusatnya
tenaga kerja
pada pabrik
– pabrik di suatu daerah, sehingga daerah tersebut berkembang menjadi kota
besar.
- Eksploitasi
tenaga kerja
Pekerja
harus meninggalkan keluarga agar bisa bekerja dimana industri itu berada.
- Perubahan
pada struktur keluarga
Perubahan
struktur sosial berdasarkan pada pola pra industrialisasi dimana suatu keluarga
besar cenderung menetap di suatu daerah. Setelah industrialisasi keluarga
biasanya berpindah pindah tempat dan hanya terdiri dari keluarga inti (orang
tua dan anak – anak). Keluarga dan anak – anak yang memasuki kedewasaan akan
semakin aktif berpindah pindah sesuai tempat dimana pekerjaan itu berada.
- Lingkungan
hidup
Industrialisasi
menimbulkan banyak masalah penyakit. Mulai polusi
udara, air, dan suara, masalah kemiskinan,
alat alat berbahaya, kekurangan gizi. Masalah kesehatan di Negara industri
disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial politik, budaya dan juga patogen[7]
(mikroorganisme penyebab penyakit)
6. EKSPLOITASI
BERITA :
Eksploitasi Hutan Di Sumsel

EKSPLOITASI penebangan hutan
alam terus berlangsung di kawasan hutan pantai timur Sumatera Selatan hingga
kini. Melihat dari aktivitas pengangkutan yang berlangsung sepanjang hari,
perusakan hutan tropis basah itu berlangsung besar-besaran di perbatasan provins
Sumsel dan Jambi. Menurut aktivis Wahana Bumi Hijau (WBH), organisasi koalisi
Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Sumsel, Aidil Fitri, penebangan pohon
kayu alam yang dilakukan persuahaan perkebunan alam ini mencapai 2 juta meter
kubik per tahun. Data yang dimiliki WBH (Walhi) di kawasan hektar.
Di kawasan hutan Merang
yang luasnya sekitar 200.000 hektare itu sedang berlangsung perusakan hutan
tropis oleh belasan perusahaan perkebunan besar dan aktivitas penebangan liar
–sebutan untuk masyarakat yang mengambil kayu tanpa izin dari pemerintah.
Pemantauan WBH hari Sabtu (2/10), dalam perjalanan selama satu jam menggunakan
speedboat ditemukan sembilan tongkang pengangkut kayu yang ditarik kapal tunda
(tug-boat). Muatan masing-masing
tongkang berkisar 200 sampai 500 meter kubik, diangkut mengikuti aliran Sungai
Merang. Kemudian, muatan ini dibongkar di lokasi penumpukan kayu gelondongan PT
RHM (Rimba Hutani Mas) di Sungai Lalan atau sekitar 30 kilometer dari log-yard
(tempat penimbunan balok) di hulu Sungai Merang.
Hulu Sungai Merang berada di
wilayah Jambi dan bermuara di Sungai Lalan yang terletak di wilayah Kecamatan
Bayunglincir, Kabupaten Banyuasin. Menurut Aidil, semakin ke hulu alur sungai
semakin sulit dilalui dan kerapan hutan semakin tinggi. “Penebangan itu berlangsung terus menuju hulu,” kata Aidil.
Kapal motor dan tongkang hanya bisa mencapai lokasi log-yard PT RHM, semakin ke
hulu, alur sungai semakin kecil. Bervegetasi khas hutan gambut dan kondisi air
jernih dan hitam kecoklatan.(srp/trj)
Sumber : 87.6 FM TRIJAYA
PALEMBANG
Analisis :
Eksplotasi yang terjadi
di daerah Sumatra Selatan ini berlangsung cukup lama. Disimpulkan bahwa
kuantitas kayu yang diambil juga banyak. Bukan hanya perusahaan saja yang
mengekploitasi bahkan juga masyarakat itu sendiri. Padahal mereka tidak
menyadari bahwa banyak dampak yang ditimbulkan oleh ekplotasi hutan tersebut,
diantaranya sbb.
·
Rusaknya hutan dapat
mengancam habitat flora dan fauna yang ada serta dapat mengancam pula terhadap
keberlangsungan hidup manusia yang menggantungkan hidupnya pada kekayaan yang
terkandung dalam hutan.
·
Pemanasan global yang
saat ini melanda hampir seluruh belahan dunia, salah satunya karena rusaknya
hutan dunia akibat ekploitasi hutan yang tidak terkendali.
·
Saat musim hujan, air
hujan yang turun dengan lebat bisa mengancam kehidupan. Karena hilangnya
resapan air oleh hutan yang rusak, air hujan tersebut meluap tidak terkendali
sehingga terjadilah banjir bandang.
·
Tidak hanya banjir
bandang, tanah longsor juga dapat terjadi saat musim hujan karena akar-akar
pohon yang biasa mengikat tanah tidak lagi dapat mengikat dengan kuat. Tanah
tidak mampu menampung banyaknya volume air yang ada sehingga terjadilah tanah
longsor yang dapat mengancam kehidupan makhluk di dunia.
Untuk itu sesegera
mungkin ekplotasi hutan harus dihentikan, diperlukan kesadaran elemn masyarakat
itu sendiri dan peranan yang juga tak kalah pentingnya yaitu pemerintah dan
perusahaan.